Rabu, 10 Juni 2015

Pengalaman

Kesan Pertama Menginjakkan kaki di Kantor Imigrasi Tanjung Karang
-Mengurus Paspor atau Surat Jalan Pergi ke Luar Negeri-


Cerita ini dimulai dan disebabkan oleh karena teman saya, loh kog teman? ya, teman menyuruh saya mengikuti tes sebagai peserta Diklat di Luar Negeri yang diadakan oleh Institusi tempat saya bekerja. sebagai teman yang baik, tentu saja saya turuti perintah teman saya tersebut.

Sebelum masuk ke cerita sesungguhnya, ada baiknya saya berikan ilustrasinya terlebih dahulu. Saya tinggal di Kota Bandar Lampung, dapat dibuktikan dengan satu-satunya KPT yang saya pegang. Saya bekerja di Kabupaten Muara Enim, salah satu daerah penyokong batu bara nasional yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan, provinsi moyangnya "empek-empek". Jarak dari tempat tinggal saya dengan tempat kerja saya sekitar 400km, atau sekitar 10 jam perjalanan darat dengan menggunakan travel plat hitam (bukan berarti travel gelap loh). Saya pulang ke Bandar Lampung 2 minggu sekali, untuk hari sabtu dan minggu sahaja. dengan demikian, waktu yang saya miliki untuk bertemu dengan anak dan istri hanya 2 hari untuk setiap 14 harinya, sungguh membuat sedih jika harus diceritakan.

Kembali ke Papor tadi, singkat cerita saya berencana membikin Paspor, konon-katanya memiliki Paspor adalah hak setip warga negara Republik Indonesia, seperti halnya KTP. Wah, hak itu artinya ya "hak", punya kita, begitulah kira-kira pemahaman saya. Artinya, saya tinggal datang ke kantor imigrasi, tunjukkan KTP, dan ambil hak saya, sebagai mana mengabil hak bayaran (gaji) saya di kantor, tinggal datang ke bendahara, ambil duit, tanda-tangan kemudian salaman, selesai..!!

Ooo... rupanya bukan begitu yang dimaksud "hak" itu, hak di sini artinya hak boleh membuat Paspor, ya harus mengurus, ya harus mengikuti tetek-bengek  persyaratan untuk memperoleh Paspor. Tentu saja tidak mudah, mungkin karena banyak teroris yang sering keluar masuk negara ini sehingga begitu ketatnya untuk memperoleh passport.

baiklah, begini ceritanya:
pertama-tama, Saya datang ke kantor imigrasi, dengan sedikit tersesat tentunya, masuk, dan bertemu dengan semacam bartender, kalo menurut mereka itu namanya Customer Service (CS), dan saya langsung saja melancarkan pertanyaan,

Saya: siang bu, (kebetulan ibu2, sebenarnya saya berharap ada gadis disitu, sayang, imigrasi  lagi defisit gadis sepertinya).
CS : mau bikin Paspor ya Pak?, ini syaratnya.. (sambil memberikan sepotong kertas potokopian)
Saya : Oya terimakasih bu.

Tertera di dalam kertas potokopian tersebut, syarat permohonan pembuatan Paspor adalah:
1. Foto Kopy Kartu Kelaurga
2. Foto Kopy KTP
3. Foto Kopy Ijazah SMA, saya gak sempat tanya, kalau lulusan SMP gmn ya??
4. Foto Kopi Buku Nikah (bagi yang sudah menikah)
5. Foto Kopy Akta Kelahiran
dengan ketentuan, seluruh dokumen di atas, harus dibawa aslinya untuk ditunjukkan kepada petugas kantor imigrasi, untuk dipastikan keasliannya.
Membayar Biaya ke Bank BNI, untuk passport 48 halaman, biayanya Rp. 355.000,- (tiga ratus lima puluh lima ribu rupiah).

Prosedurnya,
1. Mengambil Nomor antrian
2. Mengisi formulir pendaftaran
3. Mengisi Surat Pernyataan Negara Tujuan
4. Mengikuti sesi wawancara dan sesi pemotretan
5. Membayar biaya ke Bank
6. Mengambil Paspor bila sudah jadi (3-5 hari kemudian setelah dibayar)

Pengalaman Hari H1: 
Datang siang hari, kuota sudah habis, karena 1 hari hanya dibatasi 100 permohonan, akhirnya pulang lagi.

Pengalaman Hari H2:
Datang agak pagian, jam 10-an, sudah habis juga kuotanya, pulang lagi..

Pengalaman Hari H3:
Datang, kesingan lagi, kehabisan kuota lagi... akhirnya mohon dispensasi sebagai pemohon tambahan, mengingat cuti saya sudah habis, dan esok hari harus sudah pulang ke Muara Enim, dan itu jauh banget...

alhamdulillah, saat saya menulis pengalaman ini, saya sedang menunggu Paspor saya yang penuh perjuangan itu jadi...

dan yang paling penting, SEMOGA SAYA JADI BERANGKAT KE LUAR NEGERI, AMIIN..!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar